#ParaPihaq, tau gak sih?
Ada satu hak khusus bernama hak veto yang dimiliki oleh negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Hak ini memungkinkan mereka untuk membatalkan suatu resolusi, meskipun sudah didukung oleh mayoritas anggota lainnya.
Nah, tanpa persetujuan dari semua anggota tetap (AS, Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Prancis), resolusi penting tentang perdamaian dan keamanan internasional gak bisa diadopsi. Kuat banget kan pengaruhnya? Yuk, kita bahas tuntas!
Apa itu Hak Veto Berdasarkan Piagam PBB?
Pada dasarnya, prosedur pengambilan suara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) berlandaskan pada Pasal 27 Piagam PBB yang secara tegas membedakan antara dua jenis keputusan, yaitu keputusan terkait masalah prosedural dan keputusan atas “semua hal lainnya” atau substantive matters. Untuk masalah prosedural, suatu keputusan dapat diambil apabila didukung oleh sedikitnya sembilan anggota DK-PBB, tanpa mempersyaratkan persetujuan dari anggota tetap.[1] Namun, dalam hal pengambilan keputusan atas semua hal lainnya, terdapat ketentuan khusus mengenai keberlakuan hak veto yang dimiliki oleh lima negara anggota tetap, yakni Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, dan Tiongkok.
Hak veto merupakan hak istimewa yang memungkinkan satu negara anggota tetap untuk menolak atau membatalkan suatu resolusi, meskipun resolusi tersebut telah memperoleh dukungan dari mayoritas negara anggota lainnya.[2] Ketentuan ini secara implisit tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) Piagam PBB yang menyatakan bahwa,
“Decisions of the Security Council on all other matters shall be made by an affirmative vote of nine members including the concurring votes of the permanent members.”
Artinya, suatu resolusi tidak dapat diadopsi apabila salah satu dari anggota tetap memberikan suara tidak setuju, meskipun sembilan anggota atau lebih telah menyatakan persetujuannya.
Meskipun hak veto memiliki dasar dalam Piagam PBB, hingga saat ini tidak terdapat pengaturan yang lebih rinci terkait mekanisme penggunaan atau batasan dalam penerapannya. Akibatnya, dalam praktiknya, hak veto sering kali digunakan sebagai alat politik oleh negara-negara anggota tetap untuk melindungi kepentingan nasional mereka, tanpa mempertimbangkan kepentingan kolektif masyarakat internasional dalam menjaga perdamaian dan keamanan global.[3]
Penggunaan Hak Veto oleh Amerika Serikat dalam Konflik Israel–Palestina
Amerika Serikat secara konsisten telah menggunakan hak vetonya sebanyak 49 kali untuk memblokir resolusi yang dapat memberikan tekanan kepada Israel.[4] Penggunaan hak veto tersebut mencerminkan kepentingan politik nasional dan aliansi strategis, serta menunjukkan polarisasi politik dan dinamika geopolitik global dapat menghambat respons kolektif PBB dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Salah satu draft resolusi tersebut adalah Resolusi DK-PBB S/2024/177 yang menyerukan gencatan senjata segera, tanpa syarat dan permanen di Jalur Gaza. Veto tersebut menggagalkan upaya internasional yang didukung oleh mayoritas anggota DK-PBB untuk memberikan tekanan demi mengakhiri konflik.[5]
Mekanisme veto saat ini, memberikan hak tunggal bagi lima anggota tetap untuk menghentikan pengambilan keputusan penting. Ketentuan tersebut menjadi alat politisasi yang menghambat respons global terhadap krisis kemanusiaan dan konflik bersenjata. Hak veto tidak lagi berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga perdamaian dunia, melainkan untuk melindungi kepentingan geopolitik yang mengorbankan prinsip keadilan dan kemanusiaan.[6] Amandemen mendesak terkait penggunaan hak veto yang tertera pada Pasal 27 ayat (3) Piagam PBB, perlu dilakukan agar DK-PBB dapat berfungsi lebih efektif dan demokratis, serta mampu mengambil keputusan yang tidak hanya mengikat secara hukum tetapi dapat diimplementasikan demi penyelesaian konflik yang berkelanjutan dan adil.
Dampak Hak Veto terhadap Upaya Penyelesaian Konflik Israel–Palestina
Konsistensi penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat dalam isu Israel–Palestina telah mengakibatkan terhambatnya berbagai tindakan konkret yang semestinya dapat diambil PBB dalam menjalankan tanggung jawabnya yaitu memelihara perdamaian dan keamanan internasional sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka (1) Piagam PBB.
Sebagai satu-satunya organ PBB yang memiliki kewenangan mengeluarkan resolusi yang bersifat legally binding, termasuk terhadap negara non-anggota (Pasal 2 ayat (6) Piagam PBB), DK-PBB seharusnya mampu merespons secara tegas berbagai pelanggaran hukum internasional yang terjadi di wilayah Palestina. Namun, potensi veto dari Amerika Serikat menyebabkan organ ini sering kali gagal mencapai keputusan substantif, meskipun telah ada bukti pelanggaran yang jelas.
Lebih lanjut, ketentuan dalam Pasal 94 ayat (2) Piagam PBB, yang memungkinkan suatu pihak membawa kasus ketidakpatuhan terhadap putusan ICJ ke DK-PBB untuk ditindaklanjuti, menjadi tidak efektif dalam konteks konflik Israel–Palestina. Israel telah terbukti tidak mematuhi putusan provisional measures ICJ pada tahun 2023 berdasarkan laporan gugatan tindakan genosida oleh Israel yang dilaporkan oleh Afrika Selatan. Namun, hingga saat ini realisasi Pasal 94 ayat (2) Piagam PBB belum dilakukan. Potensi penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat dapat menghentikan proses tindak lanjut tersebut, sehingga menciptakan kekosongan dalam mekanisme penegakan hukum internasional.
Hal serupa terjadi dalam hal pemberian sanksi internasional, baik yang bersifat militer maupun non-militer, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan 42 Piagam PBB. DK-PBB tidak dapat menjalankan mekanisme ini apabila satu negara anggota tetap menolak keputusan tersebut melalui hak veto. Dalam kasus Palestina, sanksi terhadap Israel atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional hampir tidak pernah berhasil diberlakukan karena potensi hak veto oleh Amerika Serikat.
Selain itu, rencana pengiriman peacekeeping forces ke wilayah Palestina juga mengalami kebuntuan. Seluruh misi peacekeeping yang memerlukan keterlibatan militer harus memperoleh mandat resmi dari DK-PBB, dan keputusan tersebut hanya dapat diambil apabila tidak diveto oleh salah satu anggota tetap. Oleh karena itu, selama Amerika Serikat tetap menggunakan hak vetonya untuk menolak resolusi-resolusi semacam itu, inisiatif pengiriman pasukan penjaga perdamaian bersenjata untuk mengurangi kekerasan di wilayah Palestina tidak dapat direalisasikan.[6]
Hak veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap DK-PBB, khususnya Amerika Serikat, telah menjadi hambatan signifikan dalam penyelesaian konflik Israel–Palestina. Penggunaan veto secara konsisten untuk melindungi kepentingan sekutunya, Israel, menyebabkan lumpuhnya berbagai mekanisme penting PBB, mulai dari kegagalan pengadopsian resolusi-resolusi DK-PBB, pemberian sanksi, pelaksanaan putusan Mahkamah Internasional, hingga pengiriman pasukan penjaga perdamaian. Kondisi ini menunjukkan bahwa hak veto lebih sering digunakan sebagai alat kepentingan politik daripada sebagai instrumen pemelihara perdamaian global. Oleh karena itu, Amandemen terhadap Pasal 27 ayat (3) Piagam PBB menjadi sangat penting agar PBB dapat bertindak lebih adil, efektif, dan sejalan dengan prinsip keadilan serta kemanusiaan sebagaimana diamanatkan dalam Piagam PBB.
Dasar Hukum:
1. Piagam PBB
2. Statuta Mahkamah Internasional
Referensi:
Firdaus Aditya Ramadhan. (2024). Peran Hukum Internasional dalam Menengahi Konflik Israel-Palestina pada Tahun 2023-2024. Rio Law Jurnal.
Footnote:
[1]Security Council Report. 2019. The UN Security Council Handbook: A User’s Guide to Practice and Procedure, (ISBN: 978-1-7332366-1-4) hlm. 19
[2] Sinha, D, “Veto Provisions in UN Charter: Issues and Dimensions” Indian Foreign Affairs Journal 14, no. 4 (2019): hlm. 267.
[3] Florence Emmanuela (Emmy) Dallas, The Security Council’s sine qua non: The Veto Power, Occasional Paper 8 (Rutgers Global Policy Roundtable, 2018), hlm. 13.
[4] CNN Indonesia, AS Sudah 49 Kali Veto Resolusi DK PBB soal Israel-Palestina, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20241121120852-134-1169059/as-sudah-49-kali-veto-resolusi-dk-pbb-soal-israel-palestina,
[5] Middle East Monitor, US once again vetoes UN Security Council ceasefire resolution on Gaza, https://www.middleeastmonitor.com/20241120-us-once-again-vetoes-un-security-council-ceasefire-resolution-on-gaza/,
[6] Florence Emmanuela (Emmy) Dallas, loc.cit.
[7] Le Monde, Arab countries call for deployment of UN-mandated peacekeeping forces in occupied Palestinian territories, https://www.lemonde.fr/en/international/article/2024/05/17/arab-countries-call-for-deployment-of-un-mandated-peacekeeping-forces-in-occupied-palestinian-territories_6671791_4.html?utm,